Suka Duka 9 Tahun Kerja Online dari Rumah Menjadi Freelance Writer


Pada postingan lain di blog ini saya sudah pernah menyinggung sekilas bahwa saya pernah kerja online dari rumah menjadi penulis lepas. Sekitar 9 tahun lamanya, mulai dari tahun 2010 hingga 2019. Waktu yang tidak singkat tersebut memberikan pengalaman tersendiri bagi saya. Membangun karier dari nol secara otodidak. Setahap demi setahap, dari menulis naskah buku hingga jadi penulis tetap di media online. Dari penulis tetap di media online kemudian pindah ke menjual jasa menulis di situs freelance. 

Perjalanan selama 9 tahun tersebut tidak hanya berisikan suka dan hal menggembirakan. Namun, juga dibarengi duka dan deraian air mata. Nah, di postingan ini saya ingin sharing apa saja yang pernah saya alami sebagai penulis lepas yang kerja online dari rumah.


Pengalaman Sedih dan Emosional

1. Keluarga sempat tidak bisa menerima kerja online saya sebagai sebuah profesi. Maklum orang tua dan nenek saya masih dipengaruhi mindset lama bahwa kerja itu ya harus pergi pulang sore, berdandan rapi pakai sepatu hak tinggi dan ada di sebuah kantor. Sepanjang hidup, mereka belum pernah bertemu dengan orang yang kerjanya menulis. Di kampung pun belum ada. Mereka juga bukan generasi yang dibesarkan dengan teknologi internet. So, butuh waktu bertahun-tahun bagi mereka hingga akhirnya bisa menerima dan mengakui kalau menulis online itu sebuah pekerjaan.

Tak mudah bagi saya terus berjuang membuktikan kepada mereka kalau kerja online di rumah juga menghasilkan uang. Perubahan besar terjadi saat tetangga di kampung yang seorang guru memberikan apresiasi terhadap naskah buku yang pernah saya tulis. Dia merasa bangga karena saya mau berkarya dan komentar tersebut terdengar sampai ke telinga keluarga. Kedua orang tua saya pun kemudian menyadari kalau keterampilan menulis yang saya miliki merupakan hal positif dan mendatangkan manfaat.

 2. Hak saya tidak kunjung dibayar sampai hari ini di salah satu situs online. Medianya masih ada sampai sekarang tetapi sudah berganti kepemilikan. Saya sempat dulu menghubungi pihak perusahaan lama namun tak kunjung ada kejelasan. Sepertinya situs tersebut mengalami masalah keuangan dan dijual. Awal berdiri heboh banget, artikel posting banyak setiap hari. Namun, waktu itu saya melihat kontennya tidak aktif diperbarui. Saya berpikir mungkin bukan hanya saya saja yang tidak dibayar. Akhirnya ya sudahlah, saya move on dan terus berjuang mencari rezeki di tempat lain. 

3. Merasa tidak dihargai dan diperlakukan semena-mena. Pernah saya mendapatkan tawaran menulis beberapa naskah buku. Saya pun menulis sesuai tema yang diberikan dan selesai sekitar 100 an halaman. Selama ini tidak pernah ada masalah maupun revisi. Tentunya saya senang karena sebentar lagi akan menerima uang. 

Namun, si pemberi kerja malah dengan santainya mengatakan kalau naskahnya tersebut tidak bisa diterima lantaran dia ingin fotonya original milik saya sendiri bukan dari internet. Padahal referensi sudah saya icantumkan. Lha, naskahnya sendiri tentang masakan. Masak saya disuruh memasak ratusan menu dan memfotonya. Modal masaknya malah jauh lebih besar dari bayaran nulis naskahnya. Serius saya kesal sekali. Kalau bilang dari awal kan saya bisa menolak tema tersebut. Ini kan kerja keras saya jadi terbuang sia-sia. 

4. Dianggap tidak bekerja dan pemalas. Saat kerja online, seseorang secara tidak langsung menghabiskan banyak waktu dirumah. Apalagi yang memilih full time. Saya masih ingat betul kalau saya pernah kena sindiran. Suatu ketika bapak kos melihat saya kok diam di rumah saja seharian. Sementara adik saya setelah pulang kuliah akan pergi kerja part time ke laundry sampai malam hari. Pandangan dan sikapnya pun menjadi berbeda kepada saya. Mungkin dia berpikir saya kakak yang macam apa, santai di rumah tapi adik dibiarkan kerja keras. 

5.  Teman yang julid. Ketika saya pertama sekali berhasil menulis sebuah naskah buku dan diterbitkan pihak penerbit, ada seorang teman satu kampus yang mengeluarkan kata-kata kurang mengenakkan di telinga. Omongannya pedas sampai saya pulang dalam keadaan menangis. Dia bilang langsung ke saya, intinya buat apa saya menulis. Memangnya kalau saya menulis saya akan dikenang dan akan jadi tokoh zaman dulu yang karyanya diakui sampai sekarang. Saya jawab kalau saya menulis karena saya suka dan senang. Tidak peduli mau jadi terkenal atau tidak karena bukan itu tujuan saja. Tak sekali itu saja lho. Kadang suka menyindir saya di medsos hingga saya hapus pertemanan karena saya merasa privasi saya sudah terganggu dan ingin tenang tak mau meladeni.

6. Tanggal gajian tidak tetap. Saat kerja online dari rumah sebagai penulis lepas tanggal gajian tidak menentu. Kalau naskah buku biasanya harus masuk meja redaksi dulu, proses editing hingga desain. Biasanya kalau susah mau masuk ke percetakan, uangnya baru cair. Kira-kira 1-2 bulan sejak naskah dikirim. Jika ingin bisa gajian setiap bulan ya harus rutin nulis naskah setiap bulan juga. Sedikit berbeda dengan penulisan artikel, bayarannya lebih cepat keluar. Selesai hari ini maka langsung cair. Pernah juga saya menerima gaji bulanan pada tanggal tertentu saat jadi penulis tetap di salah satu media online.


Pengalaman Menyenangkan dan Membahagiakan

1. Bekerja bisa dari rumah dan dimana saja. Dulu saya juga memiliki mindset yang sama dengan sebagian besar orang yaitu kalau kerja ya ke luar rumah. Maksudnya sebuah kantor. Sayapun beberapa tahun pernah mengenyam status sebagai pekerja kantoran yang kerja dari pagi hingga sore dari Senin hingga Sabtu. Namun, mata saya terbuka lebar sejak mendapatkan tawaran kerja online dari rumah. Kemudahan ini saya peroleh berkat teknologi internet. Saya merasa bangga mendapatkan job secara online. Selain bisa dilakukan di rumah juga bisa dikerjakan dimana saja misalkan di tempat wisata atau alam terbuka. Mau pulang kampung pun tidak masalah, asalkan bawa laptop dan ada koneksi internetnya. Saya juga tidak harus tersiksa memakai make up dan sepatu hak tinggi seperti saat kerja ngantor dulu.

2. Waktunya lebih fleksibel. Selain bisa dilakukan dimana saja, kerja online dari rumah yang saya dapatkan tidak terikat dengan waktu. Dengan kata lain, memberikan kebebasan kepada saya mengenai jam kerjanya. Satu hal yang penting adalah job selesai sesuai dengan deadline yang diberikan. Mau bekerja tengah malam, subuh, pagi, siang, sore tergantung pada diri saya sendiri. Tidak ada pengawasan terkait jam kerja. Hanya saja agar pekerjaan tepat waktu dan menjaga profesionalitas diperlukan kedisiplinan. Soal kebebesan jam kerja ini tidak berlaku untuk semua pekerjaan online ya guys. Ada juga kerja online dari rumah yang menetapkan syarat dan ketentuan seperti setiap pagi jam 9.00 sudah harus mengirimkan hasil kerja.

3. Menghasilkan cuan lumayan. Saya sangat bersyukur sekali bisa menerima gaji atas jerih payah saya kerja online sebagai penulis naskah buku dan penulis artikel konten. Pembayaran dilakukan melalui transfer langsung ke rekening.  Satu naskah buku mendapatkan bayaran yang lumayan buat makan dan belanja sehari-hari. Kadang berkat hasil menulis juga dapat membantu keluarga. Tidak kalah dengan gaji karyawan sebulan. Itu kalau mampu menulis naskah setiap bulan. 

Soalnya menulis buku merupakan loncatan besar dan lebih membutuhkan waktu panjang. Berbeda dengan penulisan artikel yang relatif pendek dan bisa selesai dalam hitungan harian saja. Ketika tugas menulis artikel selesai dan dicek oleh pemberi kerja, tidak butuh lama untuk pembayarannya. Selesai hari ini bisa dibayar hari ini juga atau besok. Akan tetapi, saya juga pernah menulis artikel gajian perbulan karena statusnya menjadi penulis tetap di sebuah media. 

4. Dikenal dan dihubungi oleh pembaca. Hal ini saya alami saat masih kerja online dari rumah sebagai penulis naskah buku. Sebagian naskah tersebut mencantumkan nama saya sebagai penulisnya dan sebagian lagi memakai nama pena. Kalau memakai nama saya sendiri, disana terdapat kontak yang bisa dihubungi oleh pembaca seperti e-mail dan hp. Beberapa pembaca ada yang sekedar say hello, ada juga yang sharing dan curhat. Rasanya senang saja, ketika ada yang menghubungi berarti tulisan saya ada yang membaca dan menyukainya.  Ada satu kejadian yang lucu banget yaitu ketika seorang pembaca sengaja datang ke kota saya tinggal untuk silaturahmi. Eh, ternyata seorang pria yang seumuran dengan saya dan orangnya sedang mencari jodoh guys. So, dia berharap cocok sama saya dan mana tahu berjodoh. 

5. Diberikan apresiasi oleh suami dan orang kampung. Suami merupakan salah satu penyemangat yang mendukung agar saya tetap mempertahankan skill menulis. Disaat dulu orang tua saya sempat tidak setuju dengan pekerjaan saya, suami yang pada waktu itu masih sebagai sahabat memuji keterampilan saya. Saya juga sempat down karena menjalani pekerjaan yang berbeda sendiri dengan orang lain. Namun, suami mengatakan bahwa bakat dan pengalaman yang saya miliki membuatnya bangga. Katanya tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti saya. Dia juga selalu memberikan waktu jika saya ingin menulis. Hal ini membuat saya kembali percaya diri dan memperjuangkan cita-cita menghasilkan uang dari rumah dengan menulis. 

6. Bertambah pengetahuan. Poin yang menurut saya berbeda dengan saat saya bekerja sebagai karyawan kantoran adalah pengetahuan saya selalu update. Hal ini lantaran kerja menulis menuntut seseorang lebih banyak membaca berbagai informasi. Terlebih untuk tema yang kurang saya kuasai. Agar menemukan poin yang berbeda dengan apa yang telah ditulis orang serta memiliki bahan maka diperlukan riset. Kebetulan saya tidak membatasi diri pada satu niche saja. So, judul apapun yang diberikan mau tidak mau saya harus mampu mengerjakannya. 

7. Memiliki koneksi dan relasi. Walaupun pekerjaan dilakukan hanya di rumah, bukan berarti seseorang freelance writer tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Selain menambah kenalan melalui pembaca, saya juga jadi memiliki koneksi dan relasi ke pihak penerbitan atau media. Inilah salah satu manfaat besar yang saya rasakan. Kadang saya tidak minta kerja malah penerbit yang menawarkan penulisan naskah. Oya, saya pernah dihubungi oleh seseorang yang ingin karyanya diterbitkan tetapi tidak ada penerbit yang bersedia menerima naskah bukunya. Akhirnya dia mencetak sendiri saja untuk lingkungan tempat kerjanya. 

Biasanya penulis pemula yang belum punya koneksi memang akan kesulitan melakukan publikasi tulisan. Menembus meja redaksi penerbit itu butuh perjuangan. Saya pernah mengalaminya di awal-awal dulu. Kadang sudah mengirim tulisan tetapi sampai 6 bulan tidak ada kabar kejelasan diterima atau tidaknya. Menjadi salah satu penulis tetap di beberapa penerbit secara otomatis tulisan saya mayoritas mudah diterbitkan. Publikasinya menjadi luas karena dicetak ribuan hingga puluhan ribu eksemplar dengan distribusi hampir ke seluruh toko buku di tanah air. Selain pihak penerbit, saya juga pernah ikut dalam komunitas penulis. 


***

Nah, demikianlah suka suka yang saya alami selama 9 tahun kerja online dari rumah sebagai penulis lepas. Saya berharap pengalaman tersebut ada hikmah yang bisa diambil pelajaran terutama untuk teman-teman yang mau terjun ke dunia penulisan online. Kalau tidak ada pekerjaan yang sempurna di dunia ini. Pasti selalu ada dua sisi, ada yang menyenangkan dan ada juga yang membuat tidak nyaman.

Hampir tidak ada pekerjaan yang benar-benar sesuai harapan, semuanya ada plus minus sendiri. Tantangan masing-masing. Akhir-akhir ini kerja online dari rumah memang banyak dicari sejak pandemi karena bisa dilakukan di rumah karena hampir tanpa modal dan tetap menghasilkan. Namun, sebaiknya sebelum melamar dan mulai bekerja, siapkan mental untuk segala kemungkinan yang akan terjadi. Jangan bayangkan yang indah dan enak-enak saja. Akan tetapi, jangan lupa juga mempersiapkan diri menghadapi hal-hal yang tidak diharapkan. []