Dulu Saya Takut Ketipu Belanja Online, Sekarang Malah Ketagihan !

Belanja Online, Gerobak, Membeli, Online, E Commerce


Ragu, takut tertipu belanja online dan khawatir berlebihan pernah menghantui saya 6 tahun yang lalu. Namun, setelah saya jalani alhamdulillah ketakutan tersebut bisa diminimalisir dan sebagian besar alhamdulillah tidak terjadi dengan beberapa proteksi/perlindungan diri. Saya belanja pertama kali secara daring pada Mei 2014, terus berlanjut pada pembelian kedua hingga sekarang sudah tidak terhitung. Sudah ratusan kali. 

Saat ini, tidak hanya pada marketplace dan e-commerce dalam negeri, saya pun mulai berani belanja di situs pasar online luar negeri memakai dolar. Alhamdulillah sejauh ini aman dan nyaman, meskipun ada beberapa yang kurang sesuai harapan. Hal itupun disebabkan karena kurangnya pengetahuan saya sendiri dan saya menaruh harapan yang terlalu tinggi pada harga yang murah. Padahal ada rupa, ada harga. Harga murah meriah berbanding dengan kualitas. 

Oleh karena itu, pada postingan kali ini saya ingin berbagi pengalaman. Setelah saya pikir-pikir, hal ini mungkin bermanfaat buat konsumen pemula yang berencana mencoba belanja online tetapi masih belum yakin. Berikut daftar ketakutan dan kekhawatiran saya dulu sebelum memutuskan belanja daring :


1. Merasa khawatir apakah toko online benar nyata atau semu belaka

Berpuluh-puluh tahun lamanya, dari kecil hingga hampir berumur kepala tiga saya akrab dengan belanja langsung di pasar (offline). Butuh suatu produk ya harus ke warung, pasar atau mall. Mindset belanja secara langsung ini makin kuat dalam benak saya karena keluarga dan orang-orang di sekitar saya juga masih memegang teguh belanja ke pasar traditional. Pasar dalam artian lama yaitu tempat pembeli dan penjual bertemu secara face to face. Penjual menggelar dagangan, pembeli mencari-cari apa yang dikehendaki. 

Di saat peranan teknologi semakin unjuk gigi, makna pasar kemudian bergeser menjadi tempat “penghubung” penjual dan pembeli meskipun mereka tidak bertemu secara tatap muka. Penghubung tersebut adalah internet. 

Bagi saya yang dulu mengenal internet Cuma mesin telusur waktu mencari bahan sekolah atau media sosial saat zaman kuliah, terus terang pikiran saya 4 tahun lalu masih antara percaya atau tidak percaya tentang keberadaan toko-toko online. Kalau dibilang tidak percaya, nyatanya toko online itu ada. Kalau dibilang percaya, masih jarang teman saya yang belanja online sehingga saya ragu. 

Realita : 

Keberadaan toko online saat sekarang ini bukan lagi hal baru melainkan sudah begitu menjamur. Memang ada toko abal-abal tetapi situs online resmi berbadan hukum juga tak kalah banyaknya. Jadi, sebenarnya tidak perlu meragukan keberadaan e-commerce dan marketplace online Indonesia. Bahkan sejak tahun 2012 sudah dicetuskan Hari Belanja Online Nasional (HARBOLNAS) sebagai upaya mengenalkan tentang belanja daring. 

Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri juga dikenal perayaan belanja online dengan sebutan Cyber Monday. Dengan demikian, budaya belanja online ini sudah hampir merata di seluruh dunia. Mungkin kamu pernah mendengar Amazon, toko online ini bahkan didirikan jauh dari sebelum internet ramai digunakan seperti saat ini. Belanja online bukan hanya pertanda kemajuan teknologi tetapi menjadi kebutuhan masyarakat pada dasawarsa ini. 


2. Takut uang hilang entah kemana dan rugi

Walau nominal belanja saya tidak seberapa, pembeli berkantong pas-pasan seperti saya tetap memiliki rasa takut rugi. Siapakah sih yang rela dan ikhlas rugi? Gak ada, apalagi nyari uang itu susah zaman sekarang. Daripada rugi atau uang melayang tak menentu, bukankah lebih baik menabung atau membeli keperluan lain secara langsung di pasar? Saya pun dulu di awal pernah setengah hati, was-was kalau uang yang telah saya bayarkan hilang begitu saja. Menurut saya hal itu sangat wajar dan manusiawi. Saya menilainya sebagai bentuk proteksi diri. 

Ya, bayangkan saja kita membeli di internet, tidak menyentuh barang, tidak melihat penjual dan uang ditransfer ke rekening tertentu yang kita tidak tahu persis siapa orang yang menerimanya. Pastilah muncul beragam tanda tanya, apakah uang yang dikirim benar akan terbaca oleh sistem, apakah uang benar masuk ke rekening penjual, apa uang bisa dikembalikan dan lainnya. Tak heran jika dulu saya cerewet dengan penjual, setiap saat menanyakan sudah sampai dimana proses pesanan saya. 

Realita : 

Di dalam pasar jual beli online seperti Tokopedia, Shopee dan Bukalapak dikenal adanya Rekening Bersama (Rekber) yang berfungsi memberikan perlindungan dan keadilan untuk penjual maupun pembeli. Saat pembeli melakukan transfer pembayaran, uang yang disetor tidak langsung masuk ke rekening penjual. Melainkan uang transfer tersebut masuk ke Rekber ini sementara waktu sampai penjual mengirimkan barang. 

Setelah penjual mengirimkan barang, uang tidak langsung cair ke rekeningnya tetapi pembeli harus melalui konfirmasi penerimaan barang terlebih dahulu baru uang tersebut dicairkan kepada penjual. 

Biasanya yang bertindak sebagai pengelola Rekber adalah perusahaan yang mendirikan marketplace. Dalam hal ini, pembeli akan melakukan transfer ke rekening atas nama PT.Tokopedia, Shopee atau pun Bukalapak. Rekening induk Tokopedia, Shopee atau Bukalapak lah yang “menahan atau menyimpan” uang pembeli sementara waktu sebelum dicairkan kepada penjual. 

Tidak berjauh berbeda dengan e-commerce seperti Lazada, Hijabenka, Muslimarket dan Berrybenka. Meski tidak menggunakan sistem Rekber, e-commerce tersebut berbadan hukum yang tergabung dalam IdeA (Asosiasi Ecommerce Indonesia). Pembayaran ditujukan kepada rekening resmi dan bila ada kesalahan transaksi atau gagal biasanya mereka mau mengembalikan uang dengan disertai lampiran bukti.

Dengan demikian, calon pembeli tidak perlu takut uang hilang atau menguap asal pembayaran dilakukan ke rekening yang benar, cara dan jumlah transfer juga benar dan sandi/pasword akun bank terjaga kerahasiaannya. Tidak terjebak dalam kejahatan Siber. 


3. Takut barang tidak sampai oleh ekspedisi

Berbeda saat belanja di pasar dimana barang belanjaan dapat dibawa langsung pulang ke rumah, ketika belanja online barang yang dipesan akan dikirimkan melalui jasa kurir. Oleh karena saya dulu sangat awam, saya tidak mengerti bagaimana proses dan hubungan antara penjual online dengan pihak kurir.  Saya berpikir bagaimana kalau barang yang saya pesan tidak sampai ke tangan saya. 

Bagaimana kalau Pos Indonesia atau JNE tidak menemukan alamat saya, pengiriman nyasar ke daerah lain atau mereka lebih mendahulukan pengiriman konsumen lain. Bagaimana kalau paket saya rusak, dicuri atau hilang di tengah perjalanan? Saking takut, dulu saya terus mendesak penjual menanyakan keadaan paket saya dan mengapa belum datang juga. 

Realita :

Pada toko online sudah terdapat sistem terintegrasi yang bersifat otomatis. Sistem tersebut sangat bermanfaat buat pembeli dimana pembeli dapat melacak kiriman setiap saat berdasarkan nomor resi pengiriman. Kehilangan barang itu hanya kemungkinan kecil saja terjadi. 

Asal memberikan rincian alamat yang lengkap dan benar, biasanya barang akan sampai dengan selamat. Sejauh ini belum ada paket saya yang salah alamat atau tidak sampai. Kalau ada kendala, palingan cuma terlambat sampai saja. 

Jika ingin barang cepat sampai, sebagai pembeli kita haruslah memilih jenis pengiriman cepat seperti JNE YES dan POS Express yang tiba sehari dimana kita harus membayar sedikit lebih mahal. Kemudian jangan lupa untuk berada di rumah atau menitipkan pesan kepada orang di rumah ketika paket hampir sampai. 

Terkadang mengapa paket tidak kunjung sampai karena kita salah memberikan alamat, memilih jenis pengiriman murah yang lama sampai atau pun tidak ada orang di rumah saat kurir mengantarkan paket. Pada saat membuat order pembeli memilih jenis jasa pengiriman yang diinginkan, membayar sejumlah ongkos kirim dan penjual akan packing barang hingga mengirimkan paket kantor ekspedisi. 

Jadi, ketika paket sudah berpindah dari penjual ke kantor ekspedisi, maka pihak yang bertanggungjawab terhadap paket sampai ke alamat adalah di pihak ekspedisi. Tanggungjawab penjual sebenarnya sudah selesai sampai pada tahap mengantarkan barang ke ekpedisi tetapi penjual juga dapat membantu mengontrol sudah sampai dimana paket dikirimkan. Juga penjual dapat membantu menyelesaikan masalah kalau seandainya paket tidak kunjung mendarat di alamat. 

Namun, pembeli tidak dapat menyalahkan penjual karena dalam hal ini segala keterlambatan atau masalah dengan paket urusannya adalah dengan pihak ekspedisi. Jadi, tidaklah tepat kalau pembeli memarahi penjual atas kesalahan atau kelalaian yang tidak dilakukannya. Sejatinya, antara penjual, pembeli dan pihak ekspedisi terdapat hubungan simbiosis mutualisme sehingga masing-masing pihak harus berkomunikasi dengan baik dan mencari jalan keluar bersama jika terdapat kendala. 


4. Takut penjual mengirimkan barang palsu 

Sekitar 4 tahun lalu sebelum terjun ke dalam belanja online, saya sempat negatif thinking juga bagaimana kalau penjual tidak mengirimkan barang sesuai pesanan saya, bagaimana kalau penjual menipu dengan cara memberikan produk berbeda dari yang tertera. Maklumlah, sebagai pembeli saya tidak menyentuh fisik barang. Terkadang penjual pun hanya memajang 1 foto saja, tidak memberikan deskripsi rinci atau lengkap mengenai barang yang dijual.

Seperti di dunia nyata, saat membeli langsung saja kadang kita terkecoh dalam membedakan antara barang asli dan KW. Ada penjual yang jujur, tentu saja ada juga penjual yang tidak jujur. 

Realita : 

Memang sulit untuk mengukur penjual yang profesional dan menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam berdagang. Namun, biasanya penjual yang benar sudah tenar di kalangan pembeli online. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya review dan reputasi yang bagus terhadap toko penjual tersebut. Itulah sebabnya sebagai konsumen kita dituntut lebih selektif dan memfilter menentukan pilihan akan belanja di toko yang mana. 

Di marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak ibarat mall dimana terdapat ribuan toko yang menjual barang dagangan. Nah, tugas kita memilih toko yang amanah dan profesional. Saya lebih suka belanja pada toko yang bertindak sebagai produsen langsung atau UMKM, memiliki puluhan atau ratusan ribu pengikut, puluhan ribu stok produk dan reputasi toko minimal 4,8 atau 4,9 dari 5.

Jika penjual kedapatan mengirimkan barang berbeda atau tidak sesuai semestinya,  toko online menyediakan solusi penyelesaian sengketa seperti barang di return atau mengajukan pengembalian uang. Jadi, terjadinya penipuan tidak segampang yang kita pikirkan. Asal kita cermat, kita akan selamat. 


5. Takut jadi korban penipuan cyber crime

Pernahkan kamu menonton berita penipuan atau pun pencurian di internet? Ya, sekarang kejahatan tidak hanya terjadi di dunia nyata. Bahkan dengan berbekal laptop dan peralatan seadanya, seorang penjahat online mampu memindahkan uang dari rekening curian. Sebagai orang awam, saya pun dulu sangat takut bilamana menjadi korban penipuan secara online. Bukan hanya penipuan yang dilakukan pihak penjual, tetapi juga ada potensi penipuan dari pihak ketiga yang orangnya entah berantah. 

Realita : 

Sebagaimana yang pernah saya ulas bahwa, toko online berbadan hukum dan dapat dibawa ke ranah hukum. Toko online memperkerjakan ahli IT dan tak jarang pula menggandeng hacker yang baik untuk meningkatkan benteng keamanan situs belanja online mereka. 

Asalkan kamu melakukan tahapan belanja online sebagaimana seharusnya, dapat menjaga kerahasiaan password akun, sandi kartu kredit atau bank biasanya cyber crime tidak akan terjadi. Jangan pula mudah tergiur oleh email atau sms yang mengiming-iming hadiah tertentu mengatasnamakan toko online. 

Menjadi konsumen online memang mau tidak mau harus berhadapan dengan resiko kejahatan siber. Di pasar pun traditional pun harus ekstra hati-hati karena ada copet, jambret yang mengintai. Salah satu bentuk kehati-hatian saat belanja online adalah dengan mengetahui modus yang biasa digunakan penipu saat melancarkan aksinya. Kamu dapat membaca jenis dan macam modus penipuan online diartikel saya ini : 


Di samping itu, kamu juga harus memiliki pengetahuan dan pemahaman bagaimana cara mengatasi agar tidak terjadi penipuan. Ketahuilah bahwa kejahatan dunia siber yang merugikan konsumen sebenarnya sebagian besar terjadi karena kelalaian konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum terjun belanja daring di internet konsumen musti membekali diri dengan ilmu. Jika kamu masih bingung, artikel berikut ini sangat penting untuk kamu baca. 

***

Demikianlah lima poin yang berisi ketakutan, ragu dan kekhawatiran saya tatkala masih awam dalam dunia belanja online. Jika kamu belum begitu familiar belanja online, saya memahami keraguan kamu.  Semoga pengalaman saya di atas dapat diambil pelajaran dan bermanfaat bagi kamu sebelum memutuskan belanja online. Kalau punya pertanyaan, jangan sungkan-sungkan menuliskan di kolom komentar. Saya akan berusaha membantu menjawab serta berbagi dengan senang hati sesuai pengalaman dan pengetahuan yang saya punya. []